Batubara adalah salah satu sumberdaya
mineral yang penting di Indonesia dan termasuk dalam golongan bahan tambang
mineral organik yang dieksploitasi untuk kebutuhan sumber energi dalam negeri
dan ekspor (Djajadiningrat, 1999 dalam Qomariah, 2003). Menurut Bapedal
(2001) Batubara termasuk bahan galian non-metaliferous, dan menurut PP No. 27
tahun 1980 termasuk bahan galian (mineral) golongan yang strategis. Batubara
mengandung berbagai mineral dan unsur anorganik yang berbentuk ion terlarut
dalam air rembesan dan keberadaannya melimpah pada endapan batu bara muda.
Perkembangan teknologi pengolahan
menyebabkan ekstraksi bijih kadar rendah menjadi lebih ekonomis, sehingga
semakin luas dan dalam lapisan bumi yang harus di gali. Hal ini menyebabkan
kegiatan tambang menimbulkan dampak lingkungan yang sangat besar dan bersifat
penting.Aktifitas pertambangan selalu mempunyai dua sisi yang saling
berlawanan, yaitu sebagai sumber kemakmuran sekaligus perusak lingkungan yang
sangat potensial. Sebagai sumber kemakmuran, sudah tidak diragukan lagi bahwa
sektor ini menyokong pendapatan negara selama bertahun-tahun. Sebagai perusak
lingkungan, pertambangan terbuka (open pit mining) dapat merubah total
iklim dan tanah akibat seluruh lapisan tanah di atas deposit bahan tambang
disingkirkan. Selain itu, untuk memperoleh atau melepaskan biji tanbang dari
batu-batuan atau pasir seperti dalam pertambangan emas, para penambang pada
umumnya menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya yang dapat mencemari tanah, air
atau sungai dan lingkungan.
Pada
pertambangan bawah (underground mining) kerusakan lingkungan umumnya
diakibatkan karena adanya limbah (tailing) yang dihasilkan pada proses
pemurnian bijih. Baik tambang dalam maupun tambang terbuka menyebabkan
terlepasnya unsur-unsur kimia tertentu seperti Fe dan S dari senyawa pirit
(Fe2S) menghasilkan air buangan bersifat asam (Acid Mine Drainage
/ Acid Rock Drainage) yang dapat hanyut terbawa aliran permukaan pada
saat hujan, dan masuk ke lahan pertanian di bagian hilir pertambangan, sehingga
menyebabkan kemasamam tanahnya lebih tinggi. Tanah dan air asam tambang
tersebut sangat masam dengan pH berkisar antara 2,5 – 3,5 yang berpotensi
mencemari lahan pertanian.
Pertambangan
batubara menimbulkan kerusakan lingkungan baik aspek iklim mikro setempat dan
tanah. Kerusakan klimatis terjadi akibat hilangnya vegetasi sehingga
menghilangkan fungsi hutan sebagai pengatur tata air, pengendalian erosi,
banjir, penyerap karbon, pemasok oksigen, pengatur suhu. Lahan bekas tambang
batubara juga mengalami kerusakan. Kerapatan tanah makin tinggi, porositas
tanah menurun dan drainase tanah, pH turun, kesedian unsur hara makro turun dan
kelarutan mikro meningkat. baik, dan mengandung sulfat. Lahan seperti ini tidak
bisa ditanami. Bila tergenang air hujan berubah menjadi rawa-rawa.
Salah satu
daerah pertambangan batu bara yang cukup besar di Indonesia berada di Provinsi
Kalimantan Selatan. Bila dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia,
pertambangan batu bara di Provinsi Kalimantan Selatan sangat merusak lingkungan
dan lahan pertanian yang ada di provinsi tersebut, terutama pertambangan yang
dilakukan secara illegal. Selain menghasilkan asam tambang yang dapat
memasamkan tanah, penggalian tanah dan batu-batuan yang menutup lapisan batu
bara dilakukan secara tidak terkendali dan penumpukan hasil galian (overburden)
tidak mengikuti prosedur yang telah ditetapkan pemerintah. Akibatnya lahan
dengan tumpukan tanah dan batu-batuan eks pertambangan sangat sulit untuk
ditumbuhi vegetasi.
Sofyan (2009) mengemukakan bahwa
beberapa dampak dari pertambangan batubara :
1. Lubang tambang. Pada kawasan
pertambangan PT Adaro terdapat beberapa tandon raksasa atau kawah bekas tambang
yang menyebabkan bumi menganga sehingga tak mungkin bisa direklamasi
2. Air Asam tambang: mengandung logam
berat yang berpotensi menimbulkan dampak lingkungan jangka panjang
3. Tailing: teiling mengandung logam-logam berat
dalam kadar yang mengkhawatirkan seperti tembaga, timbal, merkuri, seng, arsen
yang berbahaya bagi makhluk hidup.
4. Sludge: limbah cucian batubara yang
ditampung dalam bak penampung yang juga mengandung logam berbahaya
seperti boron, selenium dan nikel dll.
5. Polusi udara : akibat dari (debu) flying
ashes yang berbahaya bagi kesehatan penduduk dan menyebabkan infeksi
saluran pernapasan. Menurut logika, udara kotor pasti mempengaruhi kerja
paru-paru. Peranan polutan ikut andil dalam merangsang penyakit
pernafasan seperti influensa, bronchitis dan pneumonia serta
penyakit kronis seperti asma dan bronchitis kronis.
Reaksi air asam tambang (Acid
Mine Drainage/AMD) berdampak secara langsung terhadap kualitas tanah dan
air karena pH menurun sangat tajam. Hasil penelitian Widyati (2006) dalam
Widyati (2010) pada lahan bekas tambang batubara PT. Bukit Asam Tbk.
menunjukkan pH tanah mencapai 3,2 dan pH air berada pada kisaran 2,8.
Menurunnya, pH tanah akan mengganggu keseimbangan unsur hara pada lahan
tersebut, unsur hara makro menjadi tidak tersedia karena terikat oleh logam
sedangkan unsur hara mikro kelarutannya meningkat (Tan, 1993 dalam Widyati,
2010). Menurut Hards and Higgins (2004) dalam Widyati (2010) turunnya pH secara
drastis akan meningkatkan kelarutan logam-logam berat pada lingkungan tersebut.
Dampak yang dirasakan akibat AMD
tersebut bagi perusahaan adalah alat-alat yang terbuat dari besi atau baja
menjadi sangat cepat terkorosi sehingga menyebabkan inefisiensi baik pada
kegiatan pengadaan maupun pemeliharaan alat-alat berat. Terhadap makhluk hidup,
AMD dapat mengganggu kehidupan flora dan fauna pada lahan bekas tambang maupun
hidupan yang berada di sepanjang aliran sungai yang terkena dampak dari
aktivitas pertambangan. Hal ini menyebabkan kegiatan revegetasi lahan bekas
tambang menjadi sangat mahal dengan hasil yang kurang memuaskan. Disamping itu,
kualitas air yang ada dapat mengganggu kesehatan manusia.
Sudah banyak teknologi yang
ditujukan untuk menanggulangi acid mine drainage (AMD). Teknologi yang
diterapkan baik yang berdasarkan prinsip kimia maupun biologi belum memberikan
hasil yang dapat mengatasi AMD secara menyeluruh. Teknik yang didasarkan atas
prinsip-prinsip kimia, misalnya pengapuran, meskipun memerlukan biaya yang
mahal akan tetapi hasilnya hanya dapat meningkatkan pH dan bersifat sementara.
Teknik pembuatan saluran anoksik (anoxic lime drain) yang menggabungkan
antara prinsip fisika dan kimia juga sangat mahal dan hasilnya belum
menggembirakan. Teknik bioremediasi dengan memanfaatkan bakteri pereduksi
sulfat memberikan hasil yang cukup menggembirakan. Hasil seleksi Widyati (2007)
dalam Widyati (2010) menunjukkan bahwa BPS dapat meningkatkan pH dari 2,8
menjadi 7,1 pada air asam tambang Galian Pit Timur dalam waktu 2 hari dan
menurunkan Fe dan Mn dengan efisiensi > 80% dalam waktu 10 hari.
Upaya pencegahan dan penanggulangan
terhadap dampak yang ditimbulkan oleh penambang batu bara dapat ditempuh dengan
beberapa pendekatan, untuk dilakukan tindakan-tindakan tertentu sebagai berikut
:
1. Pendekatan teknologi, dengan
orientasi teknologi preventif (control/protective) yaitu pengembangan
sarana jalan/jalur khusus untuk pengangkutan batu bara sehingga akan mengurangi
keruwetan masalah transportasi. Pejalan kaki (pedestrian) akan terhindar
dari ruang udara yang kotor. Menggunakan masker debu (dust masker) agar
meminimalkan risiko terpapar/terekspose oleh debu batu bara (coal dust).
2. Pendekatan lingkungan yang ditujukan
bagi penataan lingkungan sehingga akan terhindar dari kerugian yang ditimbulkan
akibat kerusakan lingkungan. Upaya reklamasi dan penghijauan kembali bekas
penambangan batu bara dapat mencegah perkembangbiakan nyamuk malaria.
Dikhawatirkan bekas lubang/kawah batu bara dapat menjadi tempat perindukan
nyamuk (breeding place).
3. Pendekatan administratif yang
mengikat semua pihak dalam kegiatan pengusahaan penambangan batu bara tersebut
untuk mematuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku (law enforcement)
4. Pendekatan edukatif, kepada
masyarakat yang dilakukan serta dikembangkan untuk membina dan memberikan
penyuluhan/penerangan terus menerus memotivasi perubahan perilaku dan
membangkitkan kesadaran untuk ikut memelihara kelestarian lingkungan.
0 comments:
Post a Comment