Monday, September 30, 2013

Rezim Boneka Yang Selalu Mengkianati Harapan Kaum Petani




Maka menjadi terang dan sangat jelas bagi kaum tani bahwa Pemerintahan SBY-Boediono sedikitpun tidak mempedulikan kehidupan kaum tani dan masyarakat pedesaan. Apalagi memiliki perspektif untuk memajukan sektor pertanian nasional. Bahkan, UU PM yang baru ini jelas-jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip perlindungan kaum tani dan “tanah untuk penggarap” yang terkandung dalam UU No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

Selain itu hak atas tanah bagi kaum tani juga terus mengalami ancaman, diterapkannya LAP (Land Administration Project) yang di danai oleh World Bank telah menciptakan ruang yang besar untuk praktek perdagangan tanah atau free land market yang dilanjutkan dengan Land Management Policy and Development Project. Ke dua proyek ini dipastikan akan mempermudah investasi dari kapitalis monopoli internasional termasuk kekuasaan feodalisme pada sektor agrarian atau tanah terutama pada investasi pertanian skala besar (perkebunan dll). Pada data yang ada di BPN, untuk soal distribusi tanah, Indonesia tergolong sebagai negara yang mengalokasikan tanah untuk rakyat paling rendah bila dibandingkan di antara negara-negara lain di dunia, bahkan di Asia. Sebagai perbandingan, redistribusi di Korsel mencapai 80 persen, Jepang dan Taiwan mencapai 100 persen, sementara Indonesia hanya mencapai kurang lebih 6,7 persen. Di bidang alokasi hijau, Indonesia mengalokasikan areal untuk kehutanan seluas 90 juta Ha, perkebunan 15 juta Ha. Namun untuk 42 juta keluarga petani atau sekitar 124 juta jiwa, Indonesia hanya mengalokasikan tanah seluas 7,8 juta Ha untuk pertanian.

Sehingga tidak heran dalam waktu bertahun-tahun kebelakang, jumlah petani miskin dan buruh tani semakin meningkat tiap tahunnya. Berdasarkan Sensus Pertanian 2003 dari 52,56 Juta KK Seluruh Indonesia terdapat 25,5 juta keluarga atau 100 juta orang Indonesia bergantung pada sektor pertanian. Sektor pertanian juga mampu menyerap 46,3% tenaga kerja dari seluruh angkatan kerja. tetapi tahun 1993-2003 terjadi peningkatan jumlah petani miskin dengan luas garapan kurang dari 0,5 ha dari 10,8 juta KK menjadi 13,7 juta KK. Atau meningkat 2,6% per tahunnya. Hal ini menampakan bahwa pertanian tidaklah mendapat perhatian dari rejim terutama dari tanaman pangan, ini dapat dilihat dari data Konversi lahan sawah menjadi Non Pertanian 1999-2002 adalah 330.000 ha atau setara dengan 110.000 hektar pertahun.

Dengan melihat kenyataan atas kondisi yang ada, sudah sangat terang bagaimana sikap rejim yang saat ini berkuasa yaitu SBY-Boediono sebagai sebuah pemerintahan yang anti rakyat. SBY-Boediono sangat jelas lebih memihak kepentingan Imperialisme dan Komprador dalam negeri diatas kepentingan kaum tani dan rakyat Indonesia. Sementara berbagai tindakan kekerasan, reprsifitas lewat berbagai cara termasuk intimidasi, pemukulan atau penangkapan dan kriminalisasi kaum tani menunjukan bagaimanapun kecenderungan Fasis dari SBY-Boediono akan selalu muncul dan menguat demi menghancurkan dan menghentikan gerakan rakyat yang berjuang menuntut hak-hak dasarnya.

Berbagai tindakan yang dilakukan oleh SBY-Boediono sesungguhnya tidaklah menghentikan berbagai perjuangan dan gerakan rakyat dan kaum tani atas perampasan terhadap tanah, upah dan kerja yang dilakukan oleh rejim boneka imperialisme SBY-Boediono. Bangkitnya gerakan massa tidak akan begitu saja bisa di hentikan dan akan muncul dalam berbagai bentuk. mulai dari sekedar aksi protes di lahan atau tanah-tanah yang dirampas, aksi protes ke tempat dan pusat pemerintahan, hingga kaum tani yang bergabung bersama dengan klas dan sektor lain seperti buruh, perempuan atau pemuda mahasiswa dalam berbagai kampanye luas. hal ini di buktikan dengan keterlibatan kaum tani dalam berbagai kampanye luas seperti hari buruh internasional, hari buta aksara, hari perempuan internasional, hingga hari HAM. Hal tersebut menandakan bahwa kaum tani di Indonesia, seperti halnya sektor lainnya telah memahami bahwa bagaimanapun juga musuh dan akar persoalan yang mendominasi Indonesia tidaklah berbeda, semua penindasan dan penderitaan yang dialami oleh kaum tani berawal dari dominasi Imperialisme dan Feodalisme serta Kapitalisme Birokrat.

Dibalik itu semua, kaum tani yang terhimpun dalam organisasi massa yang demokratis juga memiliki pemahaman bahwa feodalisme di Indonesia akan terhapuskan jika monopoli kepemilikan atas tanah di hilangkan tanpa terkecuali. karena monopoli inilah yang melahirkan berbagai bentuk penindasan dan penghisapan seperti praktek tengkulaisme dan peribaan, mahalnya biaya sarana produksi pertanian dan sewa alat pertanian, murahnya upah buruh tani dan rendahnya harga hasil produksi pertanian. Sehingga selain berjuang untuk menghapuskan monopoli kepemilikan atas tanah sebagai perjuangan yang pokok, perjuangan dalam hal-hal seperti : Perjuangan untuk menaikan upah buruh tani, menurunkan harga sewa tanah untuk kaum tani, menurunkan harga sarana produksi pertanian, menaikan harga hasil produksi pertanian, menurunkan harga sewa alat pertanian/farm tools, mendorong petani untuk ada gerakan menabung dan mendorong kaum petani untuk mendirikan koperasi. Selain tentu saja bagaimana meningkatkan pemahaman politik dari rakyat secara luas dan mengorganisasikannya dalam organisasi dengan watak patriotik, militan dan demokratik.

0 comments:

Post a Comment